Translate

Friday, 28 April 2017

Stop Feeded

LINGKUNGAN


Stop Beri Makan Hewan KBS

                SURABAYA – Matinya jerapah jantan di Kebun Binatang Surabaya (KBS) pada 1 Maret 2012 tidak boleh lagi terjadi. Saat itu ditemukan 20 kilogram sampah plastik di perut jerapah jantan tersebut. KBS pun berupaya mengingatkan para pengunjung untuk menjaga kebersihan dan tidak memberi makan binatang.
                Kemarin (23/4) KBS melakukan kampanye antisipasi. Mereka menggalakkan lagi pertunjukan boneka binatang yang dirintis pada 2004, tetapi vakum pada 2010. Bedanya, show kemarin tidak lagi diadakan di panggung. Para penampil beraksilangsung di depan kandang primata.
                Di tempat itulah pengunjung kerap memberi makan binatang. Mereka melempar kacang ke monyet jawa yang memiliki populasi hingga lebih dari 100 ekor.
Satf tim edukasi Supriyanto dan Humas KBS Laily Widya Arishandi mendapat bagian tampil pukul 14.30. sebelumnya ada Wini Hastani, Heni Nurtiningsih, dan Prasetyo Sandi yang tampil saat pagi. Cerita yang disampaikan tidak berbeda dengan yang dibuat 13 tahun silam. Namun, karena sudah lama vakum, pertunjukan boneka tersebut hanya melibatkan tiga karakter.
Alkisah, siamang yang bernama Monti tergeletak di tengah hutan. Dia kesakitan sambil memegangi perutnya. “Aduh, kok sakitnya mnta ampun, ya?” ucap Supriyanto, pemeran Monti, dengan nada kenak-kanakan. Penonton pun yang sebagian besar anak-anak lantas berkerumun dengan sendirinya.
Tidak lama kemudian, datang Kalki, kalkun, yang mendengar rintihan si Monti. Kepala Kalki tampak terhuyung-huyung sat menhampiri Monti. Tampaknya, dia juga sedang demam. “Hei Monti. Kenapa kamu?” ujar Kalki yang ada di tangan kiri Laily.
Monti menjelaskan, dirinya baru memakan makanan yang tergelatak di hutan. Ia menunjukkan makanan yang tidak habis dimakan. Ternyata, makanan itu adalah sampah plastik yang ditinggalkan manusia saat melintasi hutan. Pantas saja perut Monti kesakitan. Plastik itu tidak bisa dicerna. Kalki tidak bisa membopong tubuh Monti yang lebih besar darinya.
Kalki lantas memanggil Paman Simba, singa yang menjadi raja hutan. Hauum, hauum... Raja hutan datang dengan bulu keemasannya. Namun, setelah mendengar cerita si Monti, ia ternyata tidak bisa menolongnya. Ia tidak tahu obat sakit perut yang cocok untuk si Monti.
“Makanya jangan asal makan sembarangan. Barang-barang manusia itu belum tentu sehat buat kamu,” begitu nasihat yang diberikan Paman Simba. Si Monti masih kesakitan. Tidak lama kemudian, ia tewas karena tidak terobati.
Beberapa pengunjung yang awalnya melempari monyet dengan kacang pun berhenti memberi makan primata berekor panjang itu. Cara tersebut ternyata lebih efektif ketimbang hanya melarang para pengunjung. “Hampir setiap hari kami ingatkan. Namun tetap saja ndablek,” jelas Supriyanto yang mengabdi di KBS sejak 1994 tersebut.
Selain di area primata, rusa menjadi sasaran pemberian makan dari para pengunjung. Mereka memetik dedaunan di kebun KBS. Daun-daun itu lalu diberikan ke rusa. Padahal, tanaman tersebut bukan makanan hewan yang memiliki 34 ragam spesies di seluruh dunia itu.
Tidak lama setelah pertunjukan selesai, masih saja ada pengunjung yang memberi makan para monyet. Petugas lalu mengingatkan bahwa hewan-hewan yang ada di KBS sudah diberi makan. Makanan yang diberikan sudah diatur sesuai dengan kebutuhan gizi mereka. Tidak kurang dan tidak lebih. Sebab, kalau hewan-hewan tersebut obesitas, justru menyalahi hak asasi hewan.
Saking banyaknya pengunjung yang memberi makan hewan, kolam di kandang primata jadi sangat kotor. Banyak kulit kacang yang mengambang. Juga, ada sampah plastik. Bahkan, seekor monyet kedapatan berusaha memakan balon merah cerah.
Laily  menerangkan, sejumlah pengunjung menganggap makanan yang mereka berikan tidak berbahaya. Kacang, misalnya. Pengunjung merasa kacang yang diberikan aman dimakan monyet. Namun, KBS tetap melarang hal tersebut. “Takutnya hewan ini tertular penyakit yang kita tidak tahu. Jadi, lebih baik percayakan kepada kami saja untuk memberi makanan,” jelasnya.

Sumber: Jawa Pos- METROPOLIS, 24 April 2017

Tuesday, 24 January 2017

Wolf


Serigala Kutub,
Si Putih yang Beda
Si putih yang keren ini bersaudara dengan serigala abu-abu. Namun, ia berbeda dengan saudaranya itu. Apa saja, ya, perbedaannya?

Hidup di Kutub Utara
            Sesuai namanya, serigala kutub atau Canis lupus arctos, hidup di wilayah Kutub Utara, yaitu di Greenland dan Amerika Utara. Di kutub Utara, serigala kutub sulit membuat sarang karena permukaan tanahnya yang membeku. Karena itu, serigala kutub tinggal di bukit-bukit batu dan di dalam gua.
Si Putih yang Berbeda
            Serigala kutub sebenarnya masih satu keluarga dengan serigala abu-abu. Namun, ia memiliki beberapa perbedaan dengan serigala abu-abu. Bulunya putih, tubuh dan telinganya lebih kecil, dan hidungnya lebih pendek. Meskipun fisiknya berbeda, cara hidupnya tetap sama dengan serigala-serigala jenis lain.
Aman dari Manusia
            Serigala kutub hidup di wilayah-wilayah yang terpencil. Hal itu ternyata menguntungkan mereka. Karena hidup di wilayah terpencil, mereka jarang bertemu manusia, sehingga mereka tidak diburu. Dan karena tidak diburu, mereka pun tidak terancam punah. Aman, selamat!
Tidak Takut Manusia
            Nah, karena tidak diburu manusia, serigala kutub tidak takut pada manusia. Ketika melihat manusia datang, mereka tidak lari. Mereka tetap berdiri dan menatap manusia itu. Bahkan, mereka mendekat dan bisa diajak berteman dengan manusia. Perilakunya ini berbeda dengan serigala-serigala jenis lain yang takut pada manusia karena sering diburu.
Serigala kutub memangsa terwelu kutub, rusa, dan musk ox. Namun, sejak perubahan iklim terjadi, hewan-hewan mangsanya itu sulit bertahan hidup. Akibatnya, serigala kutub kekurangan makanan. Mungkinkah akhirnya ia pun terancam punah?
Sumber: Majalah Bobo,Tahun XLIV, 12 Januari 2017

 gambar:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoXVgHZztWbXtSchG4rOzpoyietYWYTZv2ZYCyk5hVAOXby1VwoigTsR03YMKiVsTuOyRe0ngGzUNJ8pqfV3sbSSuLvLLCFqmNe0DIe2GzlWIpjrDBaQIwoRQn_5SzaruRyv4uRvV1tUg/s1600/Werner-Freund-Dengan-Serigala_8.jpg